Jumat, 27 November 2009

Sex tanda cinta?

Pembahasan hari ini akan membahas mengenai kesalahpahaman yang sering terjadi berkaitan dengan hubungan seksual sebelum pernikahan (pada saat pacaran atau pertunangan). Saya tidak tahu sekarang ini pembahasan mengenai seksualitas masih menjadi barang tabu atau tidak, namun hal ini memang penting sehingga saya pikir tetap akan saya bahas.

Seks merupakan alat kelamin yang diciptakan Tuhan untuk dua maksud, yaitu untuk pembuangan zat-zat sampah dalam tubuh dalam bentuk air seni dan juga untuk keperluan reproduksi.

Seks itu sifatnya kudus. Jadi kalau ada yang mengatakan seks itu kotor, tabu, dan terlarang, ini saya pikir merupakan bentuk salah kaprah yang perlu diluruskan. Jika Tuhan menciptakannya, maka semua itu adalah baik adanya, bahkan amat baik.

Kejadian 1:31a: Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.

Jika Tuhan saja mengatakan semua yang diciptakan-Nya sungguh amat baik, siapalah kita sehingga bisa mengatakan sebaliknya? Jadi seks merupakan hal yang juga sungguh amat baik adanya. Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan maksud yang sempurna, sehingga jangan sampai kita salah kaprah mengenai seks dan seksualitas.

Jika seks dan seksualitas itu merupakan hal yang baik dan kudus, bagaimana dengan hubungan seksual itu sendiri? Hubungan seksual itu merupakan hal yang baik dan kudus, namun tentu saja pada koridor yang tepat, yaitu pada hubungan pernikahan dan dengan pasangannya (suami/istrinya).

Kejadian 1:28: Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Kejadian 2:25: Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.

Lihat, Tuhan menciptakan alat kelamin pada tubuh manusia dengan sungguh amat baik (Kejadian 1:31a), bahkan Tuhan menyuruh untuk beranak cucu dan bertambah banyak sehingga dapat memenuhi dan menaklukkan bumi. Hal ini merupakan perintah Tuhan sendiri. Jadi sesungguhnya hubungan seksual itu merupakan sesuatu yang kudus.

Ya, segala perintah Tuhan itu sifatnya untuk kebaikan kita. Namun perlu diingat bahwa

Pengkotbah 3:11a: Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.

Jadi, hubungan seksual selain kudus juga indah tapi pada waktunya, yaitu setelah pernikahan. Itulah sebabnya dalam Kejadian 2:25 dijelaskan bahwa antara suami istri bila telanjang pun tidak malu. Mengapa tidak malu? Karena memang tidak ada yang salah dengan ketelanjangan itu saat mereka sudah menjadi suami istri.

Bandingkan ayat Kejadian 2:25 dengan ayat berikut ini:

Kejadian 3:7: Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.

Baik di Kejadian 2:25 maupun di Kejadian 3:7 peristiwa yang terjadi sama, yaitu sama-sama telanjang. Lalu mengapa pada Kejadian 2:25 itu Adam dan Hawa tidak menjadi malu sedangkan dalam Kejadian 3:7 mereka menjadi malu sehingga perlu menyemat daun pohon ara dan membuat cawat?

Segala sesuatu yang membuat menjadi perlu ditutupi bersumber dari dosa. Jika kita tidak berbuat salah, apakah kita perlu menutup-nutupi perbuatan kita? Tidak bukan? Namun saat berbuat salah? Seperti Adam dan Hawa, tindakan refleks yang pertama adalah menutupi.

Hubungan seksual yang tidak pada waktunya itu adalah suatu kesalahan, suatu dosa.

Markus 7:21: sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan,

Markus 7:22: perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.

Markus 7:23: Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.”

Hubungan seksual sebelum pernikahan disebut dengan istilah percabulan. Termasuk di dalam percabulan adalah tindakan seksual yang dilakukan oleh diri sendiri yang bertujuan memuaskan diri sendiri. Hubungan seksual setelah pernikahan dengan bukan pasangannya (suami/istrinya) disebut sebagai perzinahan.

Lihat pada Markus 7:21-22, percabulan diurutkan bersama dengan pikiran jahat, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Jadi kalau saya mau ambil satu contoh saja, percabulan itu sama buruknya dengan membunuh.

Ya, saya pernah membaca di salah satu situs di internet mengenai seseorang yang mengaku telah tidak perawan lagi karena telah melakukan hubugan seksual sebelum pernikahan. Wanita tersebut merasa sangat takut dan kuatir akan masa depannya, yaitu takut dan kuatir jika tidak ada pria yang bersedia menikahinya karena dirinya sudah tidak perawan lagi.

Pria yang meminta kekasihnya untuk berhubungan seksual dengannya sebelum pernikahan ini merupakan suatu penjahat besar yang membunuh kekasihnya. Ya, permintaan untuk melakukan hubungan seksual sebelum pernikahan bukanlah tanda cinta, namun merupakan tanda perbuatan yang penuh mementingkan diri sendiri.

Mengapa saya katakan ia membunuh kekasihnya? Karena saat hubungan seksual dilakukan sebelum pernikahan, sang pria telah merusak diri si wanita. Hal yang seharusnya dilakukan secara indah dan kudus setelah pernikahan, dilakukan sebelumnya dan merusak hidup wanita itu.

Begitu pula wanita yang meminta kekasihnya untuk berhubungan seksual dengannya sebelum pernikahan merupakan suatu penjahat besar yang membunuh kekasihnya. Mungkin Anda heran dan tidak setuju dengan pernyataan saya. Baik, akan saya jelaskan.

Dari diskusi saya dengan sahabat saya, saya mengetahui bahwa pria memang dilahirkan dengan kecenderungan alamiah memikirkan mengenai masalah seksualitas jauh lebih sering dari wanita. Jika seorang wanita meminta hubungan seksual dengan pria ini, sesungguhnya wanita ini secara paksa meminta mengikatkan diri kepada pria ini.

Dari banyak kasus di forum jawaban.com, pria yang sudah melakukan hubungan seksual sebelum pernikahan ini akan menderita dalam mengendalikan dirinya terhadap kecenderungan pemikiran seksualnya jauh lebih sulit daripada sebelum ia telah melakukan hubungan seksual.

Jadi pada dasarnya sama saja antara wanita dan pria. Walau mungkin bagi wanita akibatnya yang terlihat kelihatan lebih berat, tapi pria pun sebenarnya mendapat akibat yang juga sama beratnya.

Akibat dari dosa itulah, kemudian seperti di Markus 7:23 tuliskan maka menjadi najis, menjadi kotor. Padahal sesungguhnya seks, seksualitas, dan hubungan seks yang pada konteks semestinya itu sungguh amat baik dan kudus.

Sungguh ironis bukan? Ya, segala sesuatu yang tidak pada tempatnya memang menjadi tidak baik. Bagaimana jika kekasih Anda meminta hubungan seksual sebelum pernikahan sebagai tanda Anda mencintainya? TOLAK!


Ya, tolak saja! Jika ia memaksa dan mengatakan Anda tidak mencintainya karena tidak mau melakukan hubungan seksual dengannya, Anda tegur kekasih Anda dengan tegas. Jika ia masih terus memaksa, lebih baik Anda putuskan saja hubungan Anda.

Mungkin kesannya saya terlalu kejam, tetapi saya justru memikirkan hidup Anda ke depan. Jika kekasih Anda memang sungguh mencintai Anda, maka ia akan rela menunggu sampai setelah pernikahan. Bahkan jika Anda telah bertunangan sekalipun, prinsip ini berlaku. Bertunangan walaupun memiliki level komitmen yang lebih tinggi dibandingkan pacaran, tetap saja bukan pernikahan.

Mengapa setelah pernikahan hubungan seksual menjadi boleh dilakukan? Karena pada saat pernikahan seorang pria dan seorang wanita melakukan ikat janji di hadapan Tuhan yang disaksikan oleh jemaat. Ikat janji di hadapan Tuhan inilah unsur yang memang hanya ada pada saat pernikahan, bukan pada pertunangan apalagi pada pacaran.

Ingat ayat berikut ini:

1 Korintus 6:13: Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh.

Tuhan memberikan kita tubuh dan tubuh kita adalah untuk memuliakan Tuhan. Jadi bukan untuk hubungan seksual pranikah, bukan untuk percabulan. Jika Anda sudah menikah, tubuh Anda juga bukan untuk perzinahan. Ingat baik-baik hal ini.

Jadi, hubungan seksual adalah benar tanda cinta jika dilakukan setelah pernikahan dan dengan pasangannya (suami/istrinya). Di luar itu, maka hubungan seksual adalah bukan tanda cinta.

Amin.

http://www.facebook.com/group.php?gid=83141696722

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih ya... :)